Rabu, 20 Februari 2008 | 19:35 WIB
JAKARTA, RABU – Selalu seru bila kita bicara soal sinetron Indonesia, apalagi saat ini sinetron bertemakan remaja tengah menjadi primadona di kalangan pecintanya.
Membicarakan sinetron remaja tidak akan lepas dari masalah percintaan, pergaulan, gaya hidup, serta fashion semata. Sinetron remaja merupakan adopsi dari realitas kehidupan remaja, yang dikemas dalam karya bentuk seni akting di pertelevisian.
Kehidupan yang semakin modern membawa ramaja turut larut di dalamnya. Masa-masa pencarian diri remaja yang kerap kali dimunculkan adalah rasa keingintahuan yang begitu dalam terhadap sesuatu sehingga timbul perilaku-perilaku unik sekaligus aneh pada diri kaum remaja, menjadi suatu tema yang menarik untuk diangkat ke layar kaca.
Nina M. Armando, M.Si, Sekertaris Utama Yayasan Pengembangan Media Anak (YPMA) yang juga salah satu dosen Universitas Indonesia, dalam acara Seminar Wajah Sinetron Remaja Indonesia, Di Universitas Paramadina, Rabu (20/2) menilai bahwa sinetron remaja Indonesia saat ini masih memiliki banyak kekurangan dan belum layak tayang.
“Mulai dari tema dan alur yang menjiplak sinetron lain, terutama sinetron-sinetron laris yang beredar di luar negeri, yang kualitasnya di Indonesia digarap secara asal-asalan dengan logika monokultur untuk mengejar produksi massal. Isi sinetron sangat jauh dari harapan yaitu dapat memberikan hiburan yang sehat untuk penontonnya. Belum lagi penggambaran yang memprihatinkan seperti penggambaran remaja atau anak-anak yang cepat dewasa, juga penyimpangan nilai-nilai dan etos menjadi budaya serba instan dan kapitalistik.” ujar Nina.
Maka dari itu YPMA bersama dengan 18 perguruan tinggi di Indonesia bersama-sama menyoroti isi sinetron remaja Indonesia yang ditayangkan pada tahun 2006 dan 2007. Dengan metode analisis isi, penelitian yang berjudul Potret Sinetron Remaja Indonesia dilakukan terhadap 92 judul sinetron, dengan 362 episode sepanjang 464 jam.
Konsep yang diekplorasi adalah kekerasan, mistik, seks dan moralitas. Ke-18 perguruan tinggi yang mengikuti penelitian yang dilakukan dari September 2007 – Februari 2008 ini diantaranya; IISIP Jakarta, London School Public Relation Jakarta, STIKOM Bandung, Unair Surabaya, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Unbraw Malang, UnDip Semarang, UGM Yogyakarta, Universitas Indonesia, Unisba Bandung, Universitas Kristen Indonesia Jakarta, Universitas Mercu Buana, Unpad Bandung, Universitas Paramadina, Universitas Persada Indonesia-YAI, Unversitas Prof. Dr.Moestopo (Beragama), Universitas Terbuka Jakarta dan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Menurut Nina, terjadi pelanggaran sinetron remaja Indonesia terhadap Pedoman Perilaku Pelanggaran dan Standar Program siaran (P3 dan SPS) pasal 8 tentang Penyiaran. Banyak adegan yang seharusnya tidak layak untuk ditampikan dan tidak sesuai dengan peraturan yang ada. “Mereka (remaja dan anak-anak-red) masih sangat rentan terhadap siaran berbagai media terutama sinetron. Mereka masih belum kritis untuk berfikir dan gampang untuk meniru setiap scene yang ada dalam sinetron remaja. Sedangkan kekerasan dan seks sudah menjadi suatu hal yang wajar untuk dilakukan dan orang tidak lagi sensitif terhadap hal ini” jelas Sinta Indra Astuti, M.Si, salah satu dosen Unisba Bandung yang juga menjadi ikut meneliti.
Sementara itu, Slamet Raharjo, aktor yang juga seorang sutradara yang hadir dalam acara ini mengungkapkan, “Harus ada kerjasama antara para praktisi perfilman dan akademis guna menindaklanjuti penelitian yang telah dilakukan dengan adanya data-data yang akurat yang telah dikerjakan oleh pihak-pihak intelek ini”.
Namun di balik buramnya sinetron remaja Indonesia, para peneliti ini menyimpulkan bahwa tontonan sinetron remaja idealnya tidak hanya menghibur tapi juga mendidik televisi untuk membuat materi yang sehat, sedangkan kreator diminta untuk punya pemahaman psikologis dan sosiologis komunikasi yang mengerti tentang potensi dari dampak tontonan layak kaum muda.
Selain itu produksi tayangan untuk anak-anak dan remaja melibatkan orang-orang yang ahli dan berkompeten di bidangnya. Sayangnya seminar ini tidak dihadiri oleh perusahaan-perusahaan yang memang memproduksi sinetron-sinetron remaja seperti multivition, sinemart, rapi film, frame Ritz, dan lain sebagainya.Sinetron Indonesia Buruk
Komentar Terbaru